(NAMA MEDIA) – Pasar mobil listrik Indonesia diramaikan oleh kehadiran Xpeng G6, SUV listrik yang masuk dengan status Completely Built Up (CBU) alias impor.
Dibanderol dengan harga Rp599 juta, Xpeng G6 diposisikan sebagai salah satu model termurah di Indonesia.
Namun, di balik janji-janji muluk tentang teknologi mutakhir dan efisiensi, muncul kekhawatiran tentang relevansi dan daya saingnya di tengah realitas infrastruktur dan dinamika pasar lokal yang kompleks.
Wakil Presiden Komersial Xpeng Indonesia, Steven Sulung, mengklaim bahwa teknologi mobil tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan hingga satu dekade ke depan.
Ia juga terus menyoroti efisiensi konsumsi energi yang dianggap sebagai keunggulan utama.
“Xpeng G6 mampu memberikan efisiensi ketika mengendarai kendaraan listrik,” kata Steven saat konferensi pers, dikutip Sabtu 21 Juni 2025.
“Dengan mengendarai Xpeng G6, lebih jarang mampir ke SPKLU karena lebih efisien dalam berkendara.”
Pernyataan ini beriringan dengan klaim fantastis mengenai kemampuan pengisian daya.
“Dengan 800V high-voltage platform, Xpeng G6 mampu mengisi 10 menit 230 km, itu adalah yang terbaik di kelasnya saat ini sehingga 10 tahun ke depan,” ujar Steven.
Klaim “terbaik di kelasnya” ini tentu perlu diuji di lapangan, mengingat ketersediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di Indonesia yang masih belum merata, apalagi untuk kapasitas pengisian ultra-cepat seperti itu.
Konsumen mungkin akan kesulitan memanfaatkan potensi penuh klaim tersebut.
Xpeng G6 datang sebagai Coupe-SUV 5-seater yang menonjolkan siluet aerodinamis dengan drag coefficient 0.248 Cd, pintu frameless.
Dengan dimensi yang mirip, Xpeng G6 diposisikan mampu bersaing langsung dengan Tesla Model Y.
Namun, kemiripan dimensi semata tidak serta-merta menjadikan Xpeng G6 pesaing sepadan, terutama jika mempertimbangkan citra merek Tesla.