Jakarta – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendorong negara-negara agar menaikkan harga minuman berpemanis sebagai upaya menekan angka kematian akibat penyakit tidak menular. Selain minuman manis, WHO juga menganjurkan agar produk alkohol dan tembakau dikenakan kenaikan harga serupa.
WHO meminta kebijakan ini diterapkan paling lambat tahun 2035 melalui sistem perpajakan kesehatan, yang diharapkan dapat memicu kenaikan harga hingga 50 persen.
Konsumsi produk tembakau, alkohol, dan minuman berpemanis diketahui menjadi faktor pendorong epidemi penyakit tidak menular (PTM), seperti penyakit jantung, kanker, dan diabetes, yang bertanggung jawab atas lebih dari 75 persen kematian global.
Melalui inisiatif bertajuk ‘3 by 35’, WHO menargetkan langkah ini mampu mencegah 50 juta kematian dini dalam 50 tahun mendatang.
“Pajak kesehatan adalah salah satu instrumen paling efektif yang kita miliki,” ungkap dr Jeremy Farrar, Asisten Direktur Jenderal Promosi Kesehatan serta Pencegahan dan Pengendalian Penyakit WHO, dalam pernyataan resminya pada Jumat (4/7/2025).
“Pajak ini menurunkan konsumsi produk berbahaya sekaligus menghasilkan pendapatan yang dapat diinvestasikan kembali oleh pemerintah dalam sektor kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial. Inilah waktunya untuk bergerak,” tegasnya.
Program tersebut diproyeksikan mampu menghimpun USD 1 triliun selama 10 tahun ke depan. Berdasarkan catatan periode 2012–2022, hampir 140 negara sudah menaikkan pajak atas tembakau, memicu kenaikan harga riil rata-rata lebih dari 50 persen.
Sejumlah negara, mulai dari Kolombia hingga Afrika Selatan, telah memberlakukan pajak kesehatan serupa. Kebijakan ini terbukti menurunkan tingkat konsumsi sekaligus meningkatkan pendapatan negara.
Namun, masih ada negara yang tetap memberikan insentif pajak bagi industri tidak sehat, termasuk sektor tembakau. Kesepakatan investasi jangka panjang dengan industri yang membatasi kenaikan pajak tembakau berpotensi melemahkan sasaran kesehatan nasional.
WHO pun meminta pemerintah meninjau dan menghindari pengecualian tersebut untuk mendukung kontrol tembakau yang lebih efektif serta menjaga kesehatan publik.
WHO juga mengajak negara-negara, organisasi masyarakat sipil, dan mitra pembangunan untuk bersama-sama mendukung kebijakan ini melalui perpajakan yang lebih bijak dan adil demi perlindungan kesehatan masyarakat.
Source : Detik Health