Jabarhotnews – Sebagian publik Tanah Air tengah ramai menyoroti Gubernur Jawa Timur (Jatim) yang akan diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buntut skandal dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (Pokmas) dari APBD Jawa Timur pada periode 2019-2022.
Sebelumnya, Khofifah sempat dipanggil penyidik untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dana hibah tersebut pada Jumat, 20 Juni 2025 lalu.
Khofifah saat itu diketahui tak bisa hadir dan meminta pemeriksaannya dijadwalkan ulang, lantaran dirinya memiliki agenda lain.
Terkini, KPK mengungkap alasan pemeriksaan Gubernur Khofifah yang rencananya akan dilaksanakan di Polda Jatim, pada Kamis, 10 Juli 2025.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan saat ini penyidik juga memang kebetulan sedang melakukan kegiatan di Jawa Timur, sehingga pemeriksaan digelar di sana.
“Dalam perkara ini, kita ketahui tim juga sedang paralel melakukan kegiatan penyidikan di wilayah Jawa Timur,” kata Budi dalam pernyataannya kepada awak media, pada Rabu, 9 Juli 2025.
Budi mengatakan, penentuan lokasi pemeriksaan itu juga atas hasil koordinasi antara KPK dengan Khofifah.
“Esensinya tentu proses pemeriksaan tetap dapat dilakukan secara efektif, penyidik memperoleh informasi dan keterangan dari saksi dalam pemeriksaan tersebut,” tuturnya.
Menilik lebih dalam terkait perkara ini, skandal dugaan korupsi dana hibah untuk Pokmas dari APBD Jatim ini merupakan pengembangan dari perkara mantan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak.
Sahat diduga menerima suap terkait dana hibah untuk kelompok masyarakat. Dana hibah ini dinamai hibah pokok pikiran (pokir), Terkait dana hibah yang bersumber dari APBD Pemprov Jatim.
Berdasarkan laporan dalam tahun anggaran 2020 dan 2021, APBD Pemprov Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat di Jatim.
Praktik suap diduga sudah terjadi untuk dana hibah tahun anggaran 2020 dan 2021.
Sahat yang merupakan politikus Golkar dan seorang pihak lain bernama Abdul Hamid diduga kemudian bersepakat untuk praktik tahun anggaran 2022 dan 2023.
Sahat sudah menjalani proses sidang dan divonis 9 tahun penjara. Pengembangan kasusnya saat ini tengah diusut.
Dalam pengembangan itu, KPK menetapkan 21 orang sebagai tersangka, namun hingga kini identitasnya belum dibeberkan. Begitu pun, terkait konstruksi kasusnya.