Jabarhotnews – Setelah Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengklaim pihaknya berhasil menghentikan ‘perang 12 hari’ antara Iran-Israel, sebagian publik internasional kini menyoroti upaya pemimpin AS itu dalam menengahi konflik di wilayah Afrika, antara Republik Demokratik Kongo dan Rwanda.
Upaya Trump itu muncul usai gencatan senjata Israel sebagai negara sekutunya, dengan Republik Islam Iran.
Melihat Kongo-Rwanda yang juga sedang berperang, Trump kini mengumumkan dirinya telah meminta kedua negara untuk menandatangani kesepakatan damai yang difasilitasi Amerika Serikat.
“Ini adalah hari yang hebat bagi Afrika,” puji Trump melalui unggahan di Truth Social pada Sabtu, 28 Juni 2025.
Trump kemudian mengaku senang bisa mengatur pertemuan sekaligus penandatanganan perjanjian yang diharapkan menghentikan pertumpahan darah imbas konflik Kongo dan Rwanda.
Menilik lebih dekat, Kongo, negara di Afrika tengah kini telah terkoyak oleh konflik. Terdapat lebih dari 100 kelompok bersenjata di negara ini. Yang paling menonjol adalah kelompok pemberontak M23 yang didukung oleh negara tetangga Rwanda.
Dilansir dari AP News, Kongo yang kini menjadi tempat mengungsi bagi 7 juta orang, PBB menyebutnya sebagai “salah satu krisis kemanusiaan yang paling nerkepanjangan, rumit dan serius di bumi,”.
Pada 1994, Rwanda telah menjadi perhatian dunia ketika terjadi genosida akibat pembunuhan massal oleh etnis Hutu di Rwanda terhadap suku minoritas Tutsi yang dimulai pada 6 April 1994.
Di sisi lain, Rwanda adalah negara di Afrika Timur yang mayoritas penduduknya berasal dari etnis Hutu.
Dalam konflik antaretnis yang berlangsung selama 100 hari ini, sebanyak 800.000, yang sebagian besar orang Tutsi, menjadi korban pembunuhan massal.
Perihal itu, Wakil Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Tommy Pigott mengklaim AS telah menengahi konflik Kongo-Rwanda salah satunya terkait ‘integritas teritorial’.
“Perjanjian yang diinisiasi Amerika kali ini melibatkan ketentuan tentang penghormatan terhadap integritas teritorial,” ujar Tommy sebagaimana dilansir dari AP News, pada Kamis, 28 Juni 2025.
“(Kemudian) larangan permusuhan serta pelepasan, pelucutan senjata, dan integrasi bersyarat kelompok bersenjata non-negara,” tukasnya.