Jabarhotnews – Pemerintah pusat, lewat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan seluruh tingkatan pemerintahan membebaskan biaya pendidikan bagi siswa SD, SMP, hingga madrasah atau jenjang setara lainnya.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, menyatakan bahwa putusan tersebut bersifat final dan harus dilaksanakan.
Namun, ia menekankan pentingnya menyesuaikan implementasinya dengan perencanaan fiskal yang sedang disusun pemerintah daerah.
“Keputusan MK itu final dan mengikat pasti harus dilaksanakan, tetapi akan disesuaikan,” kata Bima Arya sebagaimana dikutip pada Kamis 29 Mei 2025.
Menurut Bima, pemerintah kabupaten dan kota saat ini tengah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), sehingga perlu dilakukan penyesuaian agar selaras dengan standar pelayanan minimal di sektor pendidikan.
Sebagai tindak lanjut dari Putusan MK Nomor 3/PUU-XXII/2024, Kemendagri dalam waktu dekat akan menggelar rapat koordinasi dengan jajaran pemerintah daerah, khususnya para kepala Bappeda dari seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia.
Ia menyebut bahwa pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis ini membutuhkan pembahasan mendalam sebelum diterapkan secara menyeluruh di berbagai wilayah.
“Putusan MK yang menyatakan pendidikan gratis bagi satuan pendidikan SD, SMP, dan madrasah sederajat perlu dibahas bersama,” ujar Bima.
Dalam putusannya, MK menilai bahwa pendidikan dasar tanpa pungutan biaya adalah bagian dari pemenuhan hak ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob), sebagaimana disampaikan oleh Hakim MK Enny Nurbaningsih.
Enny menambahkan bahwa, tidak seperti hak sipil dan politik yang harus dipenuhi segera, hak atas pendidikan dapat diwujudkan secara bertahap mengikuti kemampuan negara.
Putusan MK juga menyoroti frasa dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yakni “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”, yang dinilai menimbulkan multitafsir dan berpotensi menciptakan perlakuan diskriminatif.
MK menyimpulkan bahwa frasa tersebut bertentangan dengan konstitusi, sehingga perlu diluruskan untuk memastikan pendidikan dasar benar-benar dapat diakses secara gratis oleh seluruh masyarakat Indonesia.***