Jabarhotnews – Tekanan yang cukup berat industri asuransi umum pada 2024 dipengaruhi secara signifikan oleh adanya turbulensi atau fluktuasi tekanan terhadap industri global hingga Asia.
Menurut Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan, dampak tekanan asuransi global itu berimbas ke industri asuransi Asia hingga Indonesia.
“Tekanan akibat bencana alam global menyebabkan kondisi perusahaan melakukan perubahan strategi investasi karena tekanan klaim yang besar. Akibatnya ke industri serupa di Tanah Air. Premi menjadi lebih mahal, resiko menjadi lebih meningkat,” kata Budi.
Dia mengatakan, kondisi ini menyebabkan hasil underwriting yang melemah serta peningkatan cadangan premi dan cadangan klaim, sehingga dampak akhirnya adalah tergerusnya laba perusahaan.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), laba setelah pajak salah satunya di industri asuransi umum pada 2023 masih mencapai Rp7,80 triliun, namun pada 2024 turun drastis menjadi rugi Rp10,14 triliun, atau merosot hingga 197,8 persen.
Sementara di pasar asuransi global akibat terjadinya bencana alam, telah menyebabkan adanya angka kerugian mencapai US$137 miliar atau sekitar Rp2.219 triliun pada 2024 yang harus ditanggung asuransi.
Angka tersebut, seperti dilansir dari Perusahaan Reassuran Swiss Re, melanjutkan tren pertumbuhan tahunan sebesar 5%–7%, seperti tergambarkan beberapa tahun terakhir.
Menurut laporan tersebut, jika tren ini terus berlanjut, akan menyebabkan angka kerugian yang ditanggung oleh asuransi pada 2025 diperkirakan mendekati US$145 miliar.
Proyeksi pertumbuhan ini, diperkirakan bakal menasbihkan periode 2025 menjadi salah satu tahun dengan angka kerugian asuransi terbesar sepanjang sejarah.
Bahkan, seperti tahun-tahun sebelumnya, sebagian besar kerugian asuransi global tahun ini disebabkan oleh secondary perils atau bencana alam skala kecil dan menengah.