Jabarhotnews – Kalimantan dikenal sebagai paru-paru dunia karena hutannya. Sayang, saat ini banyak hutan telah gundul oleh kegiatan tambang dan banyak beralih fungsi menjadi kebun sawit.
Hal itu membuat pria paruh baya bernama RE Suhendri (83), warga Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merasa miris dan prihatin alam dan hutan Kalimantan sedikit demi sedikit mulai terkikis.
Kini, pria yang akrab disapa pak RE Suhendri memiliki lahan seluas 1,5 hektare yang dijadikannya hutan di tengah kota Tenggarong, Kabupaten Kukar yang ia rawat sejak tahun 1980an silam.
“Saya datang ke Kalimantan ini tahun 1970, dan saya beli lahan ini dulunya tahun 1980 seharga Rp 100 Ribu,” ujar pria asal Sukabumi, Jawa Barat ini.
Kisah berawal saat dirinya merantau ke Tenggarong, Kabupaten Kukar pada tahun 1970 dan belajar bertani pada warga setempat, setelah 10 tahun kemudian ia membeli sebidang lahan seluas 1,5 hektar yang dulunya masih seharga Rp 100 ribu.
Saat itulah Suhendri mulai menanam berbagai pohon seperti Lalu, kayu damar (Agatis), meranti, kapur, pinus, kayu putih, ulin, dan sengon. Bibit pohon agaris tersebut ia datangkan langsung dari Bogor, Jawa Barat sekita hampir 1.000 bibit
Puluhan tahun berlalu, bibit yang ditanamnya sejak tahun 80an tersebut, kini sudah tinggi menjulang dan tertinggi hampir mencapai 15 meter.
Seiring berjalan waktu, hutan yang dikelola Suhendri kini menjadi salah satu pilihan para peneliti untuk keperluan penelitian hutan hingga keperluan penelitian skripsi (S1) dan tesis (S2) di sejumlah perguruan tinggi, baik dari Kalimantan maupun di luar Kalimantan.
Beberapa tahun silam, dengan tegas Suhendri menolak tawaran investor yang menawar hutannya sekitar Rp 10 miliar untuk dijadikan proyek pengembangan perumahan.
Ia menegaskan saat itu dirinya merawat hutan tidak untuk mencari uang, melainkan untuk menyelamatkan manusia dan sebagai oksigen alam yang ia sediakan untuk melestarikan hutan di Kalimantan dari pemanasan global.
“Kalau cuma untuk uang seberapa sih, hutan ini tujuannya untuk menyelamatkan manusia. Jangankan Rp 10 miliar, Rp 100 miliar pun tidak akan saya jual,”