Bandung, Jabarhotnews – Anggota Komisi III DPRD Kota Bandung Rendiana Awangga, S.Tr.Kom.Ak., menjadi narasumber Radio Sonata bertema “Transportasi Publik Yang Inklusif”, di Radio Sonata, Bandung, Selasa, 27 Mei 2025.
Kang Awang, begitu ia dikenal, membahas masa depan sistem transportasi publik di Kota Bandung bersama Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Bandung Asep Kurnia.
Kondisi transportasi umum yang tersedia di Kota Bandung saat ini kian terdesak oleh pertumbuhan populasi sekaligus kendaraan pribadinya.
Untuk menanggulangi penyakit macet yang sudah akut ini, Kang Awang merasa sudah saatnya hadir evolusi sistem transportasi publik Kota Bandung di masa kepemimpinan kepala daerah Muhammad Farhan-H. Erwin.
“Transportasi publik ini selalu menjadi sorotan kita di Komisi III. Di Kota Bandung ini permasalahan yang sering disampaikan adalah kemacetan. Yang harus diperhatikan, saat ini bukan lagi harus bertransformasi, tetapi evolusi transportasi publik,” tutur Kang Awang.
Ia mengungkapkan, langkah pembenahan sistem transportasi publik di Kota Bandung setidaknya akan dijalankan dengan berbagai dinamika yang tidak mudah menyelesaikannya. Akan tetapi, langkah ini harus segera direalisasikan demi masa depan yang lebih baik.
Sekretaris Dishub Kota Bandung Asep Kurnia mengatakan, proses pembenahan sistem transportasi publik di Kota Bandung memang jalan di tempat.
Namun, dengan dimulainya Proyek Strategis Nasional (PSN) dari Kementerian Perhubungan melalui Bus Rapid Transit (BRT) di Kota Bandung menjadi momentum perubahan sistem transportasi umum di Ibu Kota Jawa Barat ini.
“Memang kemacetan di Kota Bandung ini bukan hanya terkait dengan kendaraan di Kota Bandung saja, tetapi juga dari daerah sekitar. Jumlah kendaraan meningkat 10 persen per tahun. Maka, nanti BRT ini akan ada pengembangan. Tiap tahun akan ditambah rutenya. Kami berharap masyarakat bisa memanfaatkannya semaksimal mungkin,” ujarnya.
Kang Awang menilai kehadiran rintisan sistem transportasi publik melalui BRT ini akan mengubah arah pembangunan Kota Bandung ke depan. Hal ini dimulai dengan membudayakan penggunaan transportasi publik ketimbang kendaraan pribadi.
Maka, ia memandang pemerintah harus memenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM) untuk menjamin masyarakat mau beralih dari kendaraan pribadi. Yang bisa memengaruhi warga untuk memanfaatkan BRT yakni ketersediaan angkutan pengumpan atau feeder. Layanan feeder ini akan menjemput warga dari wilayah-wilayah yang selama ini tidak terjangkau kendaraan umum atau blank spot.
“Yang jadi PR itu feeder. Blank spot-nya bisa disediakan feeder-feeder menuju BRT. Kalau sudah ada itu saya pikir masyarakat Kota Bandung akan memilih transportasi publik daripada kendaraan pribadi. Selama ini yang tidak mau menggunakan itu karena banyak blank spot di wilayah Kota Bandung. Memang idealnya rerouting angkot. Juga harus diperhatikan masalah ketepatan waktu dan kenyamanan penumpang,” katanya.
Kang Awang menambahkan, sementara tugas merealisasikan BRT dibagi dari pemerintah pusat ke Pemkot Bandung, DPRD Kota Bandung akan melaksanakan tugas dan kewenangannya. “Yang pertama tugas mitigasi sosial, karena perlu sosialisasi. Yang kedua penganggaran, karena 2026 diminta menyiapkan Rp56 miliar untk PSO (public service obligation/subsidi).” tuturnya.
Untuk mewujudkan semua langkah ini, kata dia, tantangan terbesarnya yakni masalah sosial. Persinggungan di isu sosial ini tidak hanya menyangkut masyarakat Kota Bandung, tetapi juga pendatang seperti wisatawan.
Supaya sejalan dengan upaya meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pariwisata, sistem transportasi publik ini juga harus menargetkan kenyamanan bagi tamu ke Kota Bandung.
“BRT ini bukan hanya untuk warga Kota Bandung tetapi luar Kota Bandung terutama wisatawan. Bisa juga dibuat jalur pariwisata di mana masyarakat dari luar kota cukup parkir untuk kemudian menggunakan transportasi umum tersebut dengan rute menuju berbagai destinasi wisata. Bus Bandros juga bisa didorong untuk melintasi titik-titik pariwisata Kota Bandung,” ujarnya.
Bila sistem transportasi publik ini sudah terbangun, maka diperlukan dukungan penuh masyarakat agar visi menuntaskan masalah kemacetan sekaligus mendorong peningkatan ekonomi ini terwujud.
Kang Awang menuturkan, misi menghapuskan kemacetan ini merupakan impian karena paling sering disuarakan masyarakat. Tentu untuk membangunnya tidak mudah dan butuh waktu. Dalam prosesnya akan ada kemacetan, maka diperlukan kesabaran publik.
“Belum lagi permasalahan sosial. Tetapi insyaallah kesabaran masyarakat untuk akhirnya menerima secara utuh nantinya akan terbayarkan. Bersama DPRD, masyarakat bisa terus ikut mengawal prosesnya supaya pemerintah melaksanakan tugasnya dengan baik, dan BRT yang ada di depan mata akan berjalan sesuai harapan,” tutur Kang Awang.*